Ilmuwan yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi
kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara
menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber, hakikat dan tujuan dari
ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat. Untuk mencapai
tujuan itu, maka proses pendidikan hendaknya bukan sekedar untuk mencapai suatu
tujuan akhir tapi juga mem-pelajari hal-hal yang dilakukan untuk mencapai
tujuan akhir tersebut. Sehingga, ilmuwan selain sebagai orang berilmu juga
memiliki kearifan, kebenaran, etika dan estetika. Secara epistemologis dapat
dikatakan bahwa ilmu pengetahuan yang ada saat ini merupakan hasil dari
akumulasi pengetahuan yang terjadi dengan pertumbuhan, pergan-tian dan
penyerapan teori. Kemunculan teori baru yang menguatkan teori lama akan
memperkuat citra sains normal.
Tetapi, anomali dalam riset ilmiah yang tidak bisa dise-lesaikan oleh
paradigma yang menjadi referensi riset, menyebabkan berkembangnya paradigma
baru yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya (mela-hirkan
revolusi sains). Tumbuh kembangnya teori dan pergeseran paradigma adalah po-la
perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang. Berkembangnya peralatan
analisis juga mendorong semakin berkembangnya ilmu. Contoh epistemologi ilmu
dimana terjadi perubahan teori dan pergeseran paradigma terlihat pada
perkembangan teori atom, teori pewarisan sifat dan penemuan alam semesta. Dalam
perkembangan ilmu, suatu kekeliruan mungkin terjadi terutama saat pembentukan
paradigma baru. Tetapi, yang harus dihindari adalah melakukan kesalahan yang
lalu ditutupi dan diakui sebagai kebenaran. · Perkembangan teori atom Konsep
atom dicetuskan oleh Leucippus dan Democritus (abad ke-6 SM): materi (segala
sesuatu di alam) secara fisik disusun oleh sejumlah benda berukuran sangat
kecil (atom). Atom merupakan partikel yang sangat kecil, padat dan tidak bisa
dibagi, bergerak dalam ruang dan bersifat abadi. Menurut John Dalton
(1766–1844) setiap unsur kimia dibentuk oleh partikel yang tak bisa diurai
(atom). Pergeseran paradigma terjadi ketika ternyata dibuktikan bahwa atom
masih bisa dibagi dan memiliki elektron (J.J. Thomson,1856–1940) dan proton (E.
Goldstein, 1886).
Pengetahuan bahwa atom bisa dibagi membuat ilmuwan lalu mereka-reka struktur
atom. Thomson, menganalogikan atom seperti roti tawar dengan kismisnya, dimana
elektron dan partikel positif terdistribusi merata. Dari penelitian E.
Rutherford (1871-1937) disimpulkan bahwa elektron mengorbit mengelilingi
nukleus. Postulat ini diperbaiki oleh J. Chadwick (1891–1974): atom memiliki
sebuah inti yang terdiri dari nuklei, dan elektron-elektron yang mengorbit
mengelilinginya; dan lalu disempurnakan oleh Niels Bohr yang mempertimbangkan
efek kuantisasi energi atom. Teori-teori atom dan strukturnya masih terus
disempurnakan. Saat ini mulai terjadi anomali yang menggugat paradigma yang
sudah ada. Murray Gell-Mann (1964) mengatakan, proton dan netron masih bisa
dibagi menjadi quark. · Perkembangan teori pewarisan sifat Pemikiran tentang
pewarisan sifat sudah ada sejak jaman dulu. Plato dengan paham esensialismenya
menjelaskan, setiap orang merupakan bayangan dari tipe ideal. Esensinya,
manusia adalah sama dan keragaman di dunia tidak ada artinya. Perkembangan
teori ini diawali dengan dilema yang dihadapi Darwin: apa penyebab variasi dan
apa yang mempertahankan variasi? Menurut F. Galton, setiap anak menuju
kecenderungan rata-rata dari sifat induknya. Sifat-sifat hereditas konti-nyu
dan bercampur, anak adalah rata-rata dari kedua orang tua, maka variasi tidak
ada. Sementara menurut Darwin, keragamanlah yang penting, bukan rata-rata
tetapi Darwin belum bisa menjelaskan mengapa keragaman tersebut bisa terjadi.
Hipotesa sementaranya menjelaskan bahwa kopi sel dari setiap jaringan yang dimasukkan
ke dalam darah (gemmules)-lah yang memproduksi keragaman ketika gemmule
dibentuk dan dikonversi kembali menjadi sel tubuh pada saat reproduksi. Tapi,
perjalanan sejarah ilmu perkembangan sel selanjutnya membuktikan bahwa
hipotesis ini salah. Mendell yang melakukan persilangan kacang dan menghasilkan
varietas yang berbeda, mulus dan keriput tapi tidak ada yang di tengah-tengah,
menyimpulkan bahwa sifat-sifat yang diturunkan bersifat diskrit, ada yang
dominan dan ada yang resesif, tapi tidak bisa bercampur. Teori inilah yang
selanjutnya digunakan sebagai dasar pe-ngembangan teori pewarisan sifat. ·
Perkembangan teori tata surya Prediksi peredaran matahari, bintang, bulan dan
gerhana sudah dilakukan bangsa Baylonia, 4000 tahun yang lalu. Kosmologi Yunani
(4SM) menyatakan bumi pusat dan semua benda langit mengitari bumi. Konsep ini
dipatahkan Copernicus (1473-1543) yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat
sistem tata surya dan bumi bergerak mengelinginya dalam orbit lingkaran.
No comments:
Post a Comment